Karena suatu saat "Damai" bukan hanya slogan Dunia.

Selasa, 26 Juli 2016

Manusia Bisa Mengubah Takdir



Manusia Bisa Mengubah Takdir


Bismillahirrahmanirrahiim

Assalamu’alaykum. Wr. Wb.

Takdir adalah ketentuan Allah. Dan ketentuan itu tidak akan mengalami perubahan ataupun kalaupun berubah, maka manusia “ditakdirkan” untuk tidak mampu mengamati perubahan dari takdir itu sendiri. Allah berfirman dalam QS 48. Al Fath 23 : “Sebagai suatu sunnatullah yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tiada akan menemukan perubahan bagi sunnatullah itu.”

Firman ini menegaskan bahwa kita tidak akan dapat menemukan perubahan (melalui pengamatan) bahwa takdir mengalami perubahan. Jadi apa saja yang kita akan jalani dalam kehidupan, termasuk mimpi-mimpi sekalipun berada dalam arena yang telah ditetapkan. Kemanapun kita melakukan pilihan melangkah, termasuk menghindari terantuk dari batu, atau memilih makanan pedas atau asin, semua adalah pilihan dari takdir.  Jadi kemanapun kita berjalan, kita akan memenuhi takdir kita.

Pertanyaannya : Jadi, bisakah manusia mengubah takdir?

Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, mari kita menangkap dua pengertian terhadap takdir dalam masyarakat :

1.   Takdir sebagai suatu ketentuan yang tidak mengalami perubahan dan telah berlaku sejak dahulu, seperti disampaikan ayat di atas. Dalam pemahaman ini, tentunya bekerja aksi-reaksi, hukum2 alam atau hukum fisika yang diberlakukan sejak penciptaan pertama terhadap hukum-hukum alam semesta.
2.  Takdir sebagai prosesi kejadian yang terjadi pada manusia.  Ketika manusia berada pada posisi beruntung, entah mendapat jodoh atau diterima untuk bekerja, maka yang bersangkutan mencapai suatu posisi dr pilihan takdirnya.

Kembali ke pertanyaan awal : Dapatkah manusia mengubah takdir?

Pernyataan atas pernyataan itu, bukankah kita “tidak akan” mampu melihat perubahan takdir.  Tapi, jelas pula bahwa Allah juga tidak menyebutkan bahwa takdir itu tidak akan berubah, takdir bisa berubah, namun manusia tidak mampu menemukan perubahannya.  Kalau begitu, bagaimana manusia tahu bahwa telah terjadi perubahan takdir? Bisakah mengubah  takdir? Banyak orang malas yang menjadikan takdir sebagai dalih atas kemalasannya. Padahal, takdir itu bisa diubah. “Memang, tidak semua takdir bisa diubah”. Misalnya, jika kita ditakdirkan sebagai seorang wanita, tidak bisa diubah menjadi seorang pria dan sebaliknya ( walaupun ada yang merubah dari laki-laki jadi perempuan ini bukan merubah takdir tapi mendustai takdir).

Lalu bagaimana cara kita mengubah takdir?

Cara yang benar dan tepat, tentu saja harus bersumber dari Sang Pembuat takdir yang tiada lain Allah SWT melalui Al-Quran dan Hadits Nabi SAW. Mari simak hadits berikut :

Hadits dari Imam Tirmidzi dan Hakim, diriwayatkan dari Abdullah bin Umar, bahwa Nabi SAW Bersabda : “Barangsiapa hatinya terbuka untuk berdo’a, maka pintu-pintu rahmat akan dibukakan untuknya. Tidak ada permohonan yang lebih disenangi oleh Allah daripada permohonan orang yang meminta keselamatan. Sesungguhnya do'a bermanfa'at bagi sesuatu yang sedang terjadi dan yang belum terjadi. Dan tidak ada yang bisa menolak takdir kecuali do'a, maka berpeganglah wahai hamba Allah pada do'a”. (HR Tirmidzi dan Hakim)

Cara Mengubah Takdir

Ubahlah takdir dengan berdo'a. Dalilnya ialah hadits diatas. Selain berdo’a, cara yang InsyaAllah mujarab antara lain :

1.   Bersedekah. Rasulullah SAW pernah bersabda : “Silaturrahmi dapat memperpanjang umur dan sedekah dapat merubah takdir yang mubram.” (HR. Bukhari, Muslim, At-Tirmidzi, Imam Ahmad).
2.  Bertasbih. Ada hadits yang diriwayatkan dari Sa'ad Ibnu Abi Waqosh, Rasulullah bersabda : “Maukah kalian Aku beritahu sesuatu do'a, yang jika kalian memanfaatkan itu ketika ditimpa kesedihan atau bencana, maka Allah akan menghilangkan kesedihan itu? Para sahabat menjawab : “Ya, wahai Rasululullah”, Kemudian Rasul bersabda “Yaitu do’a “Dzun-Nun : “LA ILAHA ILLA ANTA SUBHANAKA INNI KUNTU MINADH-DHOLIMIN” ( “Tidak ada Tuhan selain Engkau, maha suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk diantara orang-orang yang dholim” ). (HR. Imam Ahmad, At-TirmIdzi dan Al-Hakim).
3.  Bershalawat. Ada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ubay Ibnu Ka'ab, bahwa ada seorang laki-laki telah mendedikasikan semua pahala shalawatnya untuk Rasulullah SAW, maka Rasul berkata kepada orang tersebut : “Jika begitu lenyaplah kesedihanmu, dan dosamu akan diampuni.” (H.R Imam Ahmad At-Tabroni)

“Tidak ada yang dapat mengubah takdir kecuali do’a.”

Dalam sebuah hadits Nabi SAW. menjelaskan bahwa takdir yang Allah SWT telah tentukan bisa berubah. Dan faktor yang dapat mengubah takdir ialah do’a seseorang. Rasulullah SAW bersabda : “Tidak ada yang dapat menolak takdir (ketentuan) Allah SWT selain do’a. Dan tidak ada yang dapat menambah (memperpanjang) umur seseorang selain (perbuatan) baik.” (HR Tirmidzi : 2065)

MasyaAllah! Dengan do’a seseorang bisa berharap bahwa takdir yang Allah SWT tentukan atas dirinya berubah. Dengan do’a orang yang merasa banyak masalah atau menngeluh bisa dan akan menjadi orang yang optimis. Ingat! Asal dia tidak berputus asa dari rahmat Allah SWT dan dia mau bersungguh-sungguh meminta dengan do’a yang tulus, ridha kepada Allah SWT.

“Katakanlah : ‘Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah ta’aala mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Dan kembalilah kamu kepada Tuhanmu, dan berserah dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu tidak dapat ditolong (lagi).” (QS. Az-Zumar 53-54).

Hanya orang yang tetap berharap kepada Allah SWT saja yang dapat bertahan menjalani kehidupan di dunia betapapun pahitnya takdir yang dia jalani. Orang itu akan senantiasa menanamkan dalam dirinya bahwa jika ketika dia memohon kepada Allah SWT dalam keadaan apapun, maka derita dan kesulitan yang dia hadapi sangat mungkin berakhir dan bahkan berubah. Sebaliknya, orang yang tdk pernah kenal Allah dengann sendirinya akan meninggalkan kebiasaan berdo’a dan memohon kepada Allah SWT. Dia akan terjatuh pada salah satu dari dua bentuk ekstrimitas. Pertama, dia mungkin akan mudah berputus asa. Atau kedua, dia akan lari kepada pihak lain untuk jadi sandarannya demi merubah keadaan. Padahal begitu ia bersandar kepada sesuatu selain Allah (termasuk bersandar kepada dirinya sendiri) maka pada saat itu pulalah Allah akan mengabaikan orang itu dan membiarkannya berjalan mengikuti situasi dan kondisi yang tersedia. Sedangkan orang tersebut dinilai sebagai seorang yang mempersekutukan Allah dengan yang lain (Na’udzubillah..). Berarti orang tersebut telah jatuh ke dalam kategori seorang musyrik. Na'udzubillahimindzaliik..

“Dan Tuhanmu berfirman : “Berdo’alah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka Jahannam dalam keadaan hina dina.” (QS. Al-Mu’min 60).

Hal yang tidak kalah pentingnya bahwa seorang muslim tidak boleh pernah berhenti meminta kepada-Nya, karena sikap demikian merupakan suatu kesombongan yang akan menjebloskannya ke dalam siksa Allah yang pedih, Na'udzubillah... Maka Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa tidak berdo’a kepada Allah SWT, maka Allah SWT murka kepadaNya.” (HR. Ahmad : 9342)

Barangkali di antara do’a yang baik untuk diajukan sebagai bentuk harapan agar Allah mengubah takdir ialah sebagai berikut : “Ya Allah, perbaikilah agamaku untukku yang mana ia merupakan penjaga perkaraku. Perbaikilah duniaku yang di dalamnya terdapat kehidupanku. Perbaikilah akhiratku untukku yang di dalamnya terdapat tempat kembaliku. Jadikanlah hidupku sebagai tambahan untukku dalam setiap kebaikan, serta jadikanlah matiku sebagai istirahat untukku dari segala keburukan.” (HR. Muslim : 4897)

Iman Kepada Takdir Baik dan Buruk

Banyak orang mengenal rukun iman tanpa mengetahui makna dan hikmah yang terkandung alam keenam rukun iman tersebut. Salah satunya adalah iman kepada takdir. Tidak semua orang yang mengenal iman kepada takdir, mengetahui hikmah dibalik beriman kepada takdir dan bagaimana mengimani takdir. Berikut sedikit ulasan mengenai iman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk. Takdir (qadar) adalah perkara yang telah diketahui dan ditentukan oleh Allah SWT dan telah dituliskan oleh al-qalam (pena) dari segala sesuatu yang akan terjadi hingga akhir zaman. (Terj. Al Wajiiz fii ‘Aqidatis Salafish Shalih Ahlis Sunnah wal Jama'ah, hal. 95)

Allah telah menentukan segala perkara untuk makhluk-Nya sesuai dengan ilmu-Nya yang terdahulu (azali) dan ditentukan oleh hikmah-Nya. Tidak ada sesuatupun yang terjadi melainkan atas kehendak-Nya dan tidak ada sesuatupun yang keluar dari kehendak-Nya. Maka, semua yang terjadi dalam kehidupan seorang hamba adalah berasal dari ilmu, kekuasaan dan kehendak Allah, namun tidak terlepas dari kehendak dan usaha hamba-Nya.

Allah SWT berfirman :

“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” (QS. Al-Qamar: 49)

“Dan Dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukurannya dengan serapi-rapinya.” (QS. Al-Furqan: 2)

“Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya, dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran tertentu.” (QS. Al-Hijr: 21)

Mengimani takdir baik dan takdir buruk, merupakan salah satu rukun iman dan prinsip aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Tidak akan sempurna keimanan seseorang sehingga dia beriman kepada takdir, yaitu dia mengikrarkan dan meyakini dengan keyakinan yang dalam bahwa segala sesuatu berlaku atas ketentuan (qadha’) dan takdir (qadar) Allah.

Rasulullah SAW bersabda:

“Tidak beriman salah seorang dari kalian hingga dia beriman kepada qadar baik dan buruknya dari Allah, dan hingga yakin bahwa apa yang menimpanya tidak akan luput darinya, serta apa yang luput darinya tidak akan menimpanya.” (HR. Tirmidzi)

Jibril ‘alaihis salam pernah bertanya kepada Rasul mengenai iman, maka Rasul menjawab: ‘Engkau beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari akhir serta qadha' dan qadar, yang baik maupun yang buruk.’”
(HR. Muslim)

Rasul bersabda : “Segala sesuatu telah ditakdirkan, sampai-sampai kelemahan dan kepintaran.”
(Shahih, riwayat Muslim)

Mari kita resapi sabda Nabi kita, Rasulullah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam : “Berusahalah untuk mendapatkan apa yang bermanfaat bagimu, dan mintalah pertolongan Allah dan janganlah sampai kamu lemah (semangat). Jika sesuatu menimpamu, janganlah engkau berkata ‘seandainya aku melakukan ini dan itu, niscaya akan begini dan begitu.’ Akan tetapi katakanlah ‘Qodarullah wa maa-syaa-a fa’ala (Allah telah mentakdirkan segalanya dan apa yang dikehendaki-Nya pasti dilakukan-Nya).’ Karena sesungguhnya (kata) ‘seandainya’ itu akan mengawali perbuatan syetan.” (HR. Muslim)

Tidak ada seorang pun yang dapat bertindak untuk merubah apa yang telah Allah tetapkan untuknya. Maka tidak ada seorang pun juga yang dpat mengurangi sesuatu dari ketentuan-Nya, juga tidak bisa menambahnya, untuk selamanya. Ini adalah perkara yang tlah ditetapkan-Nya dan telah selesai penentuannya. Pena telah terangkat dan lembaran telah kering. Berdalih dengan takdir diperbolehkan ketika mendapati musibah dan cobaan, ya tapi jugan sekali-kali berdalih dengan takdir dalam hal perbuatan dosa dan kesalahan. Setiap manusia tidak boleh memasrahkan diri kepada takdir tanpa melakukan usaha apa pun, karena hal ini akan menyelisihi sunnatullah. Oleh karena itu berusahalah semampunya, kemudian bertawakkallah. Sebagaimana disebutkan dalam firman-Nya : “Dan bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Anfaal: 61).

“Barang siapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupi (keperluan)nya.” (QS. Ath-Thalaq: 3).
Sabar adalah perisai seorang mukmin yang dia bersaudara kandung dengan kemenangan. Ingatlah bahwa musibah atau cobaan yng menimpa kita hanyalah musibah kecil, karena musibah dan cobaan terbesar adalah wafatnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, sebagaimana disebutkan dalam sabdanya, “Jika salah seorang diantara kalian tertimpa musibah, maka ingatlah musibah yang menimpaku, sungguh ia merupakan musibah yang paling besar.”
(Shahih li ghairih, riwayat Ibnu Sa'ad dalam Ath-Thabaqat (II/375), Ad-Darimi (I/40).)

Ingat saudara-saudariku, berdo’a, dzikir, sedekah, shalawat. Dan tawakal akan ketetapan-Nya. Setelah itu, akang teteh rasakan dan tafakuri setiap jalan yang Allah beri itu, ada “sense of magic”, “sentuhan magic”, dan semacamnya. Ingat, Allah itu kekal, maka begitu pula dengan keajaiban-Nya. Percayalah. Mari saling mengingatkan sebagai seorang Mukmin. Hanya itu yang bias penulis sampaikan, mohon maaf apa bila ada kesalahan. Ana wa uhibbukum fillah, yaa muslimin, muslimat, mu’minin, wal mu’minat. Sekian dan salam damai.

Wassalamu’alaykum. Wr. Wb.

-LM-
Share:

0 komentar:

Posting Komentar

Kunjungi kami

Kunjungi kami
Klik untuk masuk ke G+ Kami

Siapa Kami dan siapa Anda?

Anda dan Kami, serumpun. Mengalir dalam darah kita, garis keturunan Adam dan Hawa. Nafas pun, kita peroleh dari Sang Khaliq. Tidak ada manusia yang berdiri sendiri. Sari pati tanah adalah asal mula penciptaan kita. Serumpun dalam rukun. Membangun kata "Damai" agar bukan hanya sebagai slogan Dunia. Salam Damai, dari ummat yang ingin berdamai. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ Asyhaduallaa Ilaaha-Illallaah - Wa-Asyhadu Anna Muhammada-rrasuulullah. Allahu Akbar!

Translate this/Terjemahkan

Klik untuk mencari artikel kami