Siapakah Tuhan?
Bismillahirrahmaanirrahim.
Salam damai ummat beriman,
Assalamu’alaykum Warahmatullahi Wabarakaatuh~
pertanyaan :
“Apakah Tuhan bisa menciptakan batu yang dimana Tuhan sendiri tidak bisa mengangkatnya?”*
“Apakah Tuhan bisa menciptakan batu yang dimana Tuhan sendiri tidak bisa mengangkatnya?”*
Bila kita
melihat dari kacamata Ilmu : Logika, manthiq dan tauhid. Mari kita definisikan
secara singkat :
1. Logika =
Akal sehat.
2. Manthiq = Untuk
mengambil/menarik kesimpulan
3. Tauhid = Tentang
ke-esaan Allah
Right?
Kalau ditinjau
dari sudut pandang ilmu tauhid saja,
pertanyaannya sudah salah. Mengapa demikian? Seorang yang beriman pasti tahu
bahwa Allah Maha Kuasa, tapi dikalimat tanya itu mengapa ada kata tidak mampu?
Itu kesalahan pertama.
Kesalahan kedua
adalah, ditinjau dari ilmu logika, logika
pertanyaan ini salah. Karena kata mampukah/sanggupkah Tuhan itu kalimat positif
(karna tidak ada kata ‘tidak’), setelah itu sangat jelas terdapat kalimat : “Menciptakan
batu besar yg Tuhan sendiri TIDAK mampu” jelas ada kata TIDAK. Kata tidak,
termasuk ke dalam kata yang mendukung terbentuknya kalimat negatif. Dalam ilmu
Bahasa Indonesia, syarat kalimat utuh yakni kalimat positif dan negatif tidak boleh
digabung.
Contoh : Prilly
seorang Mahasiswa yang bisa masak kue. Semua jenis kue bisa ia buat. Lalu semisal,
Aliando bertanya: “Apakah Prilly bisa
membuat kue yang Prilly sendiri tidak mungkin bisa memasaknya?” ß Kalimat
tersebut merupakan kalimat yang kontradiktif.
Remember guys! Sifat yang
ada pada Allah itu ada 20 : Wujud, Qidam,
Baqa’, Mukhalafatu Lilhawadits, Qiyamuhu binafsihi, Wahdaniyat, Qudrat, Iradat,
Ilmu, Hayat, Sama, Basar, Kalam, Qodiron, Muridan, dst. Padahal, orang yang
berlogika dan bertauhid baik sudah tentu memandang bahwa sifat wajib bagi Allah
sudah cukup menjawab pertanyaan semacam ‘itu’.
Nah,
sifat-sifat Allah itu masuk ke jawaban dari segi Ilmu Tauhid. Jadi pertanyaan yang
bertentangan otomatis salah, karna ilmu tauhid adalah ilmu tentang ke-Esaan
Allah. Right?
Saudara yang
beriman, harap jauhi pertanyaan-pertanyaan yang akan dikupas selanjutnya. Mari
meninjau dalilnya :
“Barangsiapa
meninggalkan 4 kalimat ini (tidak mempertanyakannya) maka sempurnalah
keimanannya, yaitu di mana, bagaimana, kapan dan berapa.”
1.
Jika ada yang bertanya : “Di mana Allah?”
Jawablah : “Dia
Ada tanpa tempat dan tidak terikat oleh waktu.” (Bisa terjawab dengan sifat
yang ada pada Allah : Qiyamuhu Binafsihi (tidak
terikat pada suatu tempat dan tidak terikat oleh waktu).
2.
Jika ada yang bertanya : “Bagaimana (rupa/bentuk)
Allah?”
Jawablah : “Dia
tidak menyerupai suatu apapun dari makhluk-Nya.” (Bisa terjawab dengan sifat
yang ada pada Allah : Mukhalafatu
lilhawaditsi (Berbeda dengan makhluk-Nya))
3.
Jika ada yang bertanya : “Kapan Allah Ada?”
Jawablah : “Dia
Allah al-Awwal Ada tanpa permulaan, dan Dia al-Akhir Ada tanpa penghabisan.” (Terjawab
dengan sifat Baqa’ (Kekal), dalilnya
: Khuwal awwaluwal Akhiir)
4.
Jika ada yang bertanya : “Berapa (jumlah) Allah?”
Jawablah : “Dia
Allah Maha Esa tiada sekutu bagi-Nya. Dia Maha Esa bukan dari segi hitungan
yang berarti sedikit, akan tetapi dari segi bahwa tidak ada sekutu bagi-Nya dan
tidak ada yang menyerupai-Nya.” (Wujud dan Wahdaniyah - Dalilnya = “Katakanlah (Muhammad. ‘Dia-lah Allah yang
Maha Esa’ (1), Allah Tempat meminta
segala sesuatu (2), (Allah) tidak
beranak dan tidak pula diperanakkan (3), Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia (4).” (QS. Al-Ikhlas :
1-4).
Mari kita tarik dari ilmu manthiq-nya. Kesimpulan jawaban pertanyaan
“Apakah Tuhan bisa menciptakan batu yang
dimana Tuhan sendiri tidak bisa mengangkatnya?”, adalah = TIDAK.
*Pertanyaan Kedua : “Kalau begitu, siapa Allah?”*
Mari mengulas
lagi :
Jawaban dari
pertanyaan tersebut masuk ke dalam ketauhidan/ilmu Tauhid tentang Ma'rifatullah (Mengenal Allah)
Analogikan =
Meja
Mengapa bisa ada meja?
Jawaban :
1.
Meja diciptakan oleh Manusia
2.
Manusia diciptakan oleh siapa? Karena pasti tidak
mungkin tiba-tiba jadi-lah manusia. Hal yang masuk akal adalah manusia,
melahirkan manusia. Bukan manusia menciptkan manusia. Right?
3.
Ketika manusia lahir/tercipta : Manusia bisa
menciptakan sesuatu yakni meja tadi.
4.
Tetapi, ketika meja sudah beres. Apakah meja bisa
membuat meja? Atau melahirkan meja? Kawin dengan meja lalu melahirkan meja?
Jawaban pastinya : TENTU TIDAK.
Pertanyaan
seperti itu, fitrah. Jawaban yang diharapkan tentu ingin memuaskan akal dan
menentramkan jiwa.
5.
Mari kita tanya diri kita sendiri. Dari mana saya berasal? Kalau
pertanyaannya “siapa yang melahirkan saya?” Jawaban pastinya = Ibu. (Right?)
6.
Meja berasal dari Kayu. Dari mana kayu berasal?
Mari kita
tinjau point ke 5 dan 6. Kedua poin tersebut sama-sama menanyakan “Dari mana (blah blah blah) Berasal?”
Jawabannya =
Pasti ada pencipta. Termasuk semut, nyamuk dsb. Namun, jika Kita normal, maka
jawaban yang pasti yakni : Saya
diciptakan Tuhan.
Pertanyaan baru
dari teman saya = “Siapa Allah?” ini
sama dengan “Siapa Tuhan?”, karena non-Muslim pun pasti tahu bahwa Allah = Tuhan-nya orang Muslim. Tuhan kita.
Definisinya yakni, Tuhan adalah : Dzat yang disembah/diimani sebagian kepercayaan (sebagian, it means masih ada manusia yang tidak percaya akan adanya Tuhan).
Siapa tuhan
kita ? = Allah SWT. Dari mana ia berasal? Dalil yang kuat = QS. Al-Ikhlas : 1-4 = “Katakanlah (Muhammad. ‘Dia-lah Allah yang Maha Esa’ (1), Allah Tempat meminta segala sesuatu (2),
(Allah) tidak beranak dan tidak pula
diperanakkan (3), Dan tidak ada
sesuatu yang setara dengan Dia (4).”
Kesimpulan dari
point 1 - 6, kita tarik manthiqnya :
1.
Pencipta itu diluar ciptaan (Hakhluuqun) : Manusia menciptakan meja, tapi meja tidak sama dan
bukan manusia. Tuhan menciptakan manusia, tapi manusia bukan tuhan. Right?
2.
Ciptaan tidak mungkin jadi pencipta : Meja diciptakan
manusia, meja tidak bisa menciptkan meja. Manusia diciptakan Tuhan, tapi
manusia tidak bisa menciptakan manusia (Manusia hanya melahirkan manusia).
Sementara Tuhan menciptakan manusia adalah Benar.
Dalilnya :
·
“Dan tidakkah
Manusia memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setetes mani, ternyata dia
menjadi musuh yang nyata.” (QS. Yaasiin : 77)
·
“Sungguh, Kami
telah menciptakan Manusia dari setetes mani yang bercampur yang Kami hendak
mengujinya (dengan perintah dan larangan), karena itu kami jadikan dia
mendengar dan melihat.”, (QS. Al-Insaan : 2)
·
“Dan sungguh
Kami telah menciptakan Manusia (Adam) dari tanah liat kering dari lumpur hitam
yang diberi bentuk (26), Dan Kami telah
menciptakan jin sebelum (Adam) dari
api yang sangat panas (27), Dan
(Ingatlah), ketika Tuhanmu berfirman kepada Malaikat, ‘Sungguh Aku akan
menciptakan seorang Manusia dari tanah liat kering dari lumpur hitam yang
diberi bentuk’ (28), Maka apabila Aku
telah menyempurnakan (kejadian)nya, dan Aku telah meniupkan ruh (ciptaan)-Ku ke
dalamnya, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud (29), Maka
bersujudlah para Malaikat itu bersama-sama (30), Kecuali iblis. Ia enggan ikut bersama-sama bersama para (Malaikat) yang
sujud itu (31).” (QS. Al-Hijr : 26-31)
·
“Kemudian air
mani itu Kami jadikan sesuatu yang melekat, lalu sesuatu yang melekat itu Kami
jadikan segumpal daging, dan segumpak daging itu Kami jadikan tulang berulang,
lalu tulang berulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami
menjadikannya makhluk yang (berbentuk) lain. Maha Suci Allah Pencipta yang
Paling baik.” ( QS. Al-Mu’minuun : 14).
Pembahasan di
atas merupakan ilmu tentang Ketauhidan = Ma'rifatunnas
(mengenal manusia), Ma'rifatulislam
(mengenal islam), Ma'rifatullah
(mengenal Allah). Tiga Konsep Aqidah yang mendasar tapi sangat penting dan
berkaitan. Siapa yang mengenal dirinya,
maka ia mengenal tuhannya. Ketia ia mengenal Tuhan, dia tau agama apa yang
harus ia peluk. Sederhana dan terimakasih. Mohon maaf bila ada kesalahan
dari penulis. Sekian dan salam damai.
Wassalamu’alaykum. Wr.
Wb.
0 komentar:
Posting Komentar